Saturday, August 24, 2019

Freatik, Freatomagmatik dan Magmatik

Pada tanggal 24 Agustus tahun 79, gunung Vesuvius di Naples, Italia meletus hebat melepaskan material vulkanik sebanyak 1.500.000 ton per detik dan abu vulkanik setinggi 33 kilometer (21 mil) ke langit, Letusan Vesuvius ini berada dalam skala Volcanic Eruption Index (VEI) 6 atau setara 100.000 kali ledakan bom atom Hiroshima-Nagasaki. Letusan terbesar di awal Masehi ini menewaskan sekitar 15.000-20.000 jiwa yang menjadi penghuni kota Pompeii dan Herculaneum karena gagal melakukan evakuasi saat erupsi gunung Vesuvius dimulai, akibat disertai oleh tsunami. Sekitar 1500 jenazah korban letusan Vesuvius ditemukan di area pusat kota Herculaneum dan Pompeii, beberapa diantaranya membatu. Plini Muda yang masih berusia 17 tahun saat itu, mencatat kejadian detik demi detik letusan Vesuvius dari pulau Caprala. Oleh ahli vulkanologi modern, nama Plini Muda diabadikan menjadi nama tipe letusan magmatik yaitu Plinian.

Lukisan Destruction of Pompeii and Herculaneum (1821)
(John Martin/Wikimedia Commons)
Dalam aktivitas gunung api, dikenal tiga kategori letusan yaitu: Freatik, Freatomagmatik dan Magmatik. Lihat di gambar dibawah ini dimana menunjukan tahap awal letusan (A) yang diawali dari konsentrasi air tanah (2) pada bagian puncak gunung (1) dipanaskan oleh magma yang mulai naik ke permukaan (5) dan meretakan sumbatan (4) serta kerak (3) di mulut kawah, yang merupakan sisa letusan di masa lalu, dan akhirnya terjadi letupan freatik (B) yang berlanjut pada letusan freatomagmatik dan magmatik (C). Mari kita bahas fase letusan gunung api ini.

Tahapan letusan gunung api
(Sudibyo, 2004)
Letusan Freatik terjadi akibat akumulasi uap air dan gas vulkanik yang membuka sumbatan di mulut kawah untuk memberi jalan pada magma yang sudah penuh didalam perut bumi. Letusan ini didominasi oleh material berupa uap air dan gas vulkanik, sementara debu, pasir dan kerikil menjadi komponen sekunder. Letusan freatik tidak memuntahkan magma segar dan memiliki intensitas yang kecil. Saat keluar dari lubang kawah, suhu material vulkanik memiliki suhu kurang dari 200°C, namun saat sudah berbaur dengan lingkungan luar, langsung menyesuaikan suhu lingkungan. Produk letusan berupa material dingin, dan relatif aman, karena berupa hujan abu ringan. Letusan freatik bisa menjadi pembuka fase aktivitas gunung api seperti Letusan Sinabung tahun 2010, atau berdiri sendiri seperti Letusan Kawah Sileri, di kompleks Dataran Tinggi Dieng tahun 2017, Letusan Merapi tahun 2018 dan Letusan Tangkuban Parahu tahun 2019.

Letusan Freatomagmatik terjadi saat pemanasan air tanah dan tekanan gas vulkanik makin brutal akibat magma segar yang makin naik ke mulut kawah. Hal ini menyebabkan letusan berupa pasir, kerikil dan material khas lainnya terlontar ke udara yang merupakan hasil pendinginan magma segar yang mengenai air tanah. Letusan Freatomagmatik memiliki intensitas yang lebih besar dan lebih berbahaya dari Letusan Freatik. Letusan ini biasanya menciptakan hujan abu yang lebat, disertai kerikil dan pasir. Letusan Freatomagmatik menyemburkan material panas yang berbahaya bila mengenai manusia dan bangunan, seperti yang terjadi pada puncak Perboewatan saat awal Letusan Krakatau di tahun 1883 dan Letusan Agung pada 21 November 2017.

Jenis letusan terakhir adalah Letusan Magmatik yang merupakan episode klimaks erupsi gunung api, yang memiliki dua jenis yaitu Eksplosif (Ledakan) dan Efusif (Leleran). Magmatik Eksplosif terjadi saat magma segar sudah keluar dan menyembur dari mulut kawah, disertai kolom asap yang tinggi, bergelora dan bergemuruh kencang. Umumnya melibatkan magma segar yang bersifat asam dan mengandung silikat. Pada saat kekuatan letusan eksplosif sudah tidak sanggup mempertahankan material vulkanik, maka akan membentuk Awan Panas Letusan (APL) yang turun menuruni lereng dan menyapu apapun yang dilewatinya. Hal ini terjadi pada Letusan Merapi tahun 2010, Letusan Kelud tahun 2014 dan Letusan Sangeang Api tahun 2014. Sementara letusan Magmatik Efusif terjadi karena magma segar bersifat basaltik yang lebih encer dan minim gas vulkanik. Cenderung menumpuk di lubang kawah dan membentuk kubah lava. Pasokan magma segar membuat kubah lava terus membesar dan tak stabil. Hal ini menyebabkan longsoran yang disebut Awan Panas Guguran (APG) dan leleran lava pijar, yang menuruni lereng dan menyapu apapun hingga jarak tertentu. Bisa disaksikan pada Letusan Kilauea di Kepulauan Hawaii pada tahun 2018.

Beberapa gunung api dapat mencapai puncak letusan magmatik dengan cepat bila memiliki magma yang kental, sementara beberapa gunung api, terutama yang berada di dasar lautan memiliki magma yang air sehingga biasanya hanya sampai letusan freatik atau freatomagmatik. Tahapan letusan dari perilaku gunung api ini menjadi tolok ukur lembaga kegunungapian dan vulkanologi seluruh dunia dalam menerapkan status rawan bencana. Tentu dengan kita mengenal tahapan letusan gunung api, kita semakin sadar bencana.

No comments:

Post a Comment

Semua komentar merupakan tanggungjawab komentator dan pengelola tidak bertanggungjawab atas tuntutan dengan UU ITE. Berkomentar dengan bijak dan sopan.