Griffin, griffon atau
gryphon adalah makhluk mitologi yang berwujud gabungan antara elang di bagian muka dan singa di bagian badan. Berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu
γρυπός (
grypos), yang berarti 'melengkung', or 'berkait' dan bahasa Akkadia yaitu
karūbu (mahluk bersayap). Makhluk mitologi ini muncul sejak tahun 3000-3100 Sebelum Masehi di kebudayaan Persia Kuno dan Mesir Kuno, dianggap sebagai penjaga harta milk bangsawan. Kemudian menyebar ke Yunani, Anatolia, Suriah dan Mesopotamia pada tahun 1950-1550 Sebelum Masehi melalui jalur perdagangan. Kemudian diadaptasi ke dalam kebudayaan Asia Tengah dan Romawi pada abad keempat hingga kelima sebelum masehi, melalui Jalur Sutra dan Penaklukan. Hingga kini, Griffin menjadi bagian budaya populer, muncul dalam banyak karya fiksi populer, seperti game, film, komik dan novel.
Pasti kalian akrab dengan sosok Griffin yang penulis ceritakan diatas, tentu banyak yang menganggapnya ada bahkan dianggap sebagai makhluk kriptid yang sudah tercatat di manuskrip kuno sejak masa klasik. Namun, benarkah Griffin itu ada? Apakah Griffin terinspirasi dari hewan di alam nyata? Berikut penjelasannya:
Dalam hipotesis yang dikemukakan oleh Adrienne Mayor, sejarawan masa klasik dari
Stanford University dalam buku
The First Fossil Hunters: Paleontology in Greek and Roman Times yang terbit pada tahun 2001, asal-usul makhluk legenda Griffin diduga dari temuan fosil
Protoceratops andrewsi di Gurun Gobi, Mongolia oleh penambang emas dari Yunani Kuno, yang kemudian dibawa ke daerah asal para penambang lewat Jalur Sutra untuk dijual ke kaum bangsawan dengan cerita yang dibumbui dengan hal luar biasa dan ajaib agar laku. Hipotesis ini berdasarkan analisis catatan perjalanan Aristeas dari Proconnessus, yang berkelana hingga Altai, wilayah yang kini dikenal sebagai Mongolia pada tahun 675 Sebelum Masehi. Selain itu, juga mengacu pada karya sastra ciptaan Herodotus, yang menghimpun catatan perjalanan para pengembara Yunani pada tahun 450 Sebelum Masehi.
Hal lain yang menjadi dasar hipotesis tersebut adalah bentuk dan rupa fosil
Protoceratops andrewsi yang memang mirip makhluk gabungan antara elang dan singa, dimana Protoceratops memiliki paruh tajam, gelambir di leher yang mirip surai singa dan tubuh yang mirip badan singa. Temuan fosil ini tentu saja saat para pekerja migran dari Yunani tersebut menggali pertambangan emas, yang kemudian mempengaruhi cerita mengenai Griffin sebagai penjaga gunung emas atau sesuatu yang menyimpan emas.
Namun, Mark Witton, ahli paleontologi dari
University of Portsmouth, Inggris Raya, melalui
blog-nya, meragukan hipotesis tersebut. Berpendapat bahwa kemunculan legenda Griffin jauh lebih lama yaitu sejak tahun 3000 Sebelum Masehi pada kebudayaan Mesir Kuno, dimana di Mesir tidak ditemukan fosil
Protoceratops andrewsi. Selain itu, Mark Witton juga meragukan kemampuan dan kapabilitas penambang Yunani Kuno dalam merangkai fosil, karena saat itu belum ada ilmu mengenai Paleontologi, yang baru muncul pada tahun 1884. Hal lainnya yang meragukan adalah lokasi ditemukannya fosil Protoceratops diluar wilayah Altai, yang tentu saja tidak mungkin menjadi lokasi tambang kuno, karena berada di luar wilayah kerajaan yang rawan, mudah direbut oleh musuh dan bukan hak milik keluarga kerajaan.
Dalam paparan di atas, tentu saja Mark Witton dan Adrienne Mayor sama-sama perlu menambahkan bukti agar hipotesis mengenai legenda Griffin yang terinspirasi dari Protoceratops menjadi teori ilmiah resmi. Namun dalam tulisannya, bisa disimpulkan bahwa Griffin hanya makhluk mitos yang kehadirannya mewarnai benak imajinatif masyarakat dunia sejak 3000 tahun yang lalu.
No comments:
Post a Comment
Semua komentar merupakan tanggungjawab komentator dan pengelola tidak bertanggungjawab atas tuntutan dengan UU ITE. Berkomentar dengan bijak dan sopan.