Tuesday, November 19, 2019

Scandentia, ordo mamalia pemanjat

Scandentia adalah ordo mamalia pemanjat yang berada dibawah superordo Euarchontoglires dengan grandordo Euarchonta, yang memiliki ciri antara lain memiliki rupa mirip bajing, tetapi berbeda dalam rincian anatomi, memiliki moncong yang panjang dan runcing, berjari lima dengan cakar untuk memanjat, menyusui, melahirkan dan memiliki bola mata lebih besar untuk melhat di kegelapan malam. Penamaan ilmiahnya berasal dari kata dalam bahasa Latin yaitu scandens yang berarti memanjat.

Curut Pohon Jawa (Tupaia javanica)
(W. Djatmiko/Wikimedia Commons)
Berdasarkan catatan fosil, ordo Scandentia sudah muncul sejak 56.000.000 tahun yang lalu, berevolusi dari Eodendrogale parva, yang kemudian berevolusi menjadi scandentia basal seperti Prodendrogale yunnanica, Prodendrogale engesseri, Tupaia storchi, Tupaia miocenica dan Palaeotupaia sivalicus yang muncul pada 41.200.000-37.800.000 tahun yang lalu. Menyebar ke kawasan Asia Tenggara pada masa Pleistosen, sekitar 2.580.000-11.000 tahun yang lalu. Pertama kali dideskripsikan secara ilmiah oleh Johann Andreas Wagner, ahli paleontologi Jerman pada tahun 1855.

Bagan evolusi ordo Scandentia, mamalia pemanjat
(Gwen Duytschaever dkk, 2019)
Ordo Scandentia memiliki dua suku, lima genera dengan 20 spesies, yang paling kecil adalah Curut Pohon Kerdil (Tupaia minor) yang memiliki ukuran panjang tubuh sekitar 11-14 centimeter dengan panjang ekor mencapai 13-16 centimeter dan berbobot mencapai 16,3 gram. Sementara spesies scandentia terbesar adalah Curut Pohon Besar (Tupaia tana) yang memiliki ukuran panjang tubuh sekitar 19-22 centimeter dan berbobot mencapai 154-305 gram. Berkerabat dekat dengan ordo Primata, ordo Dermoptera dan ordo Chiroptera.

Bagan kekerabatan ordo Scandentia, mamalia pemanjat
(Gwen Duytschaever dkk, 2019)
Ciri khas ordo Scandentia adalah kemampuan menawar kadar alkohol setara 10-12 gelas sloki anggur (wine) dengan kadar 3,8% dalam semalam, karena metabolisme mamalia pemanjat ini sudah beradaptasi dan berevolusi selama jutaan tahun untuk menawar kadar alkohol dalam nektar dan serangga yang menjadi makanan utamanya. Dalam menggigit mangsa menggunakan deretan gigi dengan susunan yaitu 2 buah gigi seri, 1 buah gigi taring, 3 buah gigi geraham depan dan 3 buah gigi geraham belakang pada rahang atas & 3 buah gigi seri, 1 buah gigi taring, 3 buah gigi geraham depan dan 3 buah gigi geraham belakang pada rahang bawah. Hidup secara berklompok antara 10-18 ekor, nokturnal dan arboreal yaitu memanjat pohon hingga ketinggian 20 meter setelah matahari terbenam hingga matahari terbit. Dalam berkembangbiak, ordo Scandentia kawin pada awal musim hujan, dengan masa mengandung sekitar 45-50 hari dan melahirkan tiga ekor anakan dalam sarang didalam batang pohon. Anakan scandentia akan mencapai masa matang seksual pada usia empat bulan. Memiliki angka harapan hidup mencapai 12 tahun.

(a) Curut Pohon utara (Dendrogale murina),
 (b) Curut Pohon Mindanao (Tupaia everetti)
         (Gwen Duytschaever dkk, 2019)
Ordo Scandentia tersebar di kawasan Asia Tenggara dan India pada ketinggian 750-2250 meter diatas permukaan laut. Berdasarkan data IUCN, terdapat 16 spesies scandentia berada dalam status Resiko Rendah (Least Concern), lima spesies scandentia belum diberi status karena Kekurangan Data (Data Deficient), Curut Pohon Nikobar (Tupaia nicobarica) berada dalam status Genting (Endangered) dan Curut Pohon Perut Emas (Tupaia chrysogaster) berada dalam status Rentan (Vulnerable). Memiliki populasi stabil cenderung naik, karena Curut Pohon tidak dianggap hama bagi manusia dan banyak yang sudah meninggalkan budaya memakan mamalia arboreal ini, ditambah menurunnya pemangsa alami di alam liar.

Peta persebaran ordo Scandentia, mamalia pemanjat
(Gwen Duytschaever dkk, 2019)
Di alam liar, keberadaan ordo Scandentia berguna sebagai pengendali populasi hama serangga pohon, penyerbuk alami dan pembawa biji-bijian. Sering disamakan dengan Bajing dari suku Sculidae dibawah ordo Rodentia, karena kesamaan fisiknya akibat evolusi konvergen dan sama-sama hewan arboreal dengan habitat yang tumpang tindih. Penamaan suku Tupaiidae diambil dari istilah Melayu untuk menyebut Tupai atau Curut Pohon, yang kemudian dicatat oleh Thomas Stanford Raffles, Gubernur Jendral Hindia Belanda pada tahun 1811-1816. Oleh peredaban manusia modern, dimanfaatkan sebagai obyek penelitian untuk kornea mata buatan, pencegahan hepatitis dan pengendalian stress psikososial. 


1 comment:

Semua komentar merupakan tanggungjawab komentator dan pengelola tidak bertanggungjawab atas tuntutan dengan UU ITE. Berkomentar dengan bijak dan sopan.